Produktif itu bukan artinya kamu harus bekerja dalam waktu yang panjang, yang penting hasilnya bagus. Seperti yang dituliskan Robert C. Pozen dalam bukunya yang berjudul Extreme Productivity.
Buku ini membahas bagaimana caranya produktif di waktu yang terbatas. Setiap orang punya 24 jam yang sama. Namun apa yang kita lakukan dengan waktu tersebut tentu saja berbeda dengan yang lain. Apakah selama ini kamu merasa produktif? Atau kamu merasa waktu yang kamu gunakan belum efisien. Menariknya, menjadi produktif itu bukan berarti kamu perlu menambah pekerjaan yang sekarang sudah ada. Fokusnya bukan lagi mengerjakan semua hal dengan baik. Tapi mengerjakan hal penting dengan baik.
3 Hal penting dari buku ini.
Pertama, pengertian produktif yang sebenarnya.
Jika bicara soal orang yang produktif, Robert pernah menjadi orang di puncak investasi management yang besar. Dia pernah menjadi pengacara, pejabat publik, profesor bidang umum, profesor bidang ekonomi, dan juga penulis. Hebatnya lagi, dia pernah memegang jabatan tersebut dalam waktu yang sama.
Dengan begitu banyak yang dikerjakan, Robert sempat pernah menjadi kontributor dari Harvard Business Review. Oleh karena itu cocok rasanya apabila Robert bicara soal produktivitas. Apakah kamu pernah merasa kewalahan atas semua alat yang katanya bisa membantu kamu menjadi produktif? Misalnya planner, organizer, dan sebagainya. Mungkin kamu membelinya dengan asumsi bisa membantu kamu untuk produktif. Namun yang luput diperhatikan, itu hanyalah alat semata, yang jauh lebih penting adalah bagaimana pendekatan kamu terhadap semua tugas tersebut.
Di era digital, rentang perhatian kita lebih pendek dari sebelumnya. Ditambah lagi kita seringkali mengalami interupsi. Fokus mengerjakan satu hal hingga selesai itu rasanya sulit sekali. Bahkan ketika kamu mencoba untuk memberikan insentif kepada dirimu sendiri.
Misalnya kamu bilang ke diri kamu, coba kerjakan tugas ini sekarang, lalu kamu boleh ngemil gorengan. Tapi tetap saja kita bisa ngemil gorengan tanpa peduli tugas tersebut sudah selesai atau belum.
Jadi gimana caranya agar kita bisa membuat rencana, komitmen mengerjakannya, hingga akhirnya pekerjaan tersebut selesai. Mungkin cara terbaik dan paling sehat, adalah belajar soal prioritas. Kamu bisa memulainya dengan membuat rencana. Coba bedakan rencana berdasarkan tipenya. Misalkan gini: merencanakan rapat untuk proyek minggu depan tentu saja berbeda dengan rencana perubahan karir kan?
Robert menyarankan kita membaginya menjadi 3. Yaitu Aim, Objective dan Target.
Aim itu bersifat jangka panjang. Sesuatu yang mungkin tidak terlihat sekarang, namun menjadi jangkar untuk pertumbuhan ke depannya. Misalkan kamu ingin melebarkan sayap bisnis dan membuka cabang yang baru. Atau kamu sedang mengembangkan hobi yang nantinya bisa jadi karir di masa depan.
Objective itu bersifat lebih pendek. Bisa dalam hitungan bulan, atau bahkan beberapa tahun ke depan.
Sedangkan target adalah tugas yang bisa kamu kerjakan saat ini juga. Target biasanya hanya butuh waktu 2 bulan atau kurang untuk diselesaikan.
Kemudian, hal kedua yaitu tips berhenti menunda pekerjaan.
Setiap orang pasti pernah menunda pekerjaan. Misalkan ketika kamu masih harus mengerjakan banyak hal, tapi kamu kewalahan dan tidak tau harus mulai dari mana. Situasi ini kadang membuat kita jadi bingung. Jadi kita harus bisa tau bagaimana cara mengatasinya.
Robert memberikan saran, agar kamu membagi proyek dalam beberapa target kecil lalu tentukan mini deadline nya. Biasanya, seseorang baru mulai bekerja apabila mendekati deadline. Nah cara ini jauh lebih baik daripada hanya fokus dengan deadline yang besar, dimana proyeknya harus selesai saat itu juga. Ketika membaginya ke dalam target kecil beserta deadlinenya, maka kamu bisa menyelesaikannya satu per satu.
Misalkan kamu punya tugas untuk membuat sebuah makalah 14 lembar dalam 2 minggu ke depan. Deadline kamu adalah 2 lembar setiap hari, dan sisa waktunya dapat kamu gunakan untuk editing dan evaluasi. Jika komitmen dengan diri sendiri sulit ditepati kamu bisa meminta bantuan orang lain. Misalkan kamu menjanjikan kepada atasan kalo kamu akan memberikan laporan selama 2 minggu ke depan dan menginformasikan perkembangannya setiap hari. Dengan begini, kamu ibaratnya terpaksa harus mengerjakan hal tersebut supaya tidak mengecewakan atasan.
Tapi ingat, jangan lupa untuk memberikan diri kamu hadiah ketika menyelesaikan tugas tersebut. Misalkan dengan makan makanan yang kamu suka, beli barang yang kamu suka, dll.
Hal ketiga adalah ukur dari kualitas bukan kuantitas.
Apakah kamu menilai kualitas sebuah buku dari berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh penulis mengerjakannya? Tentu saja tidak kan. Yang paling penting tentunya adalah hasil akhir. Tidak peduli seberapa banyak waktu yang kamu habiskan untuk proyek tersebut, apabila akhirnya gagal maka tetap saja hasilnya tidak memuaskan.
Mungkin pola pikir ini yang harus kita ubah. Kita jangan menilai seorang karyawan yang bekerja lembur sebagai karyawan teladan. Dan karyawan yang pulang on time sebagai karyawan yang kurang baik. Yang jauh lebih penting adalah hasil kerjaannya. Jika karyawan yang selalu pulang on time bisa mengerjakan semua tugas sesuai deadline dan hasilnya bagus, kenapa engga? Kenapa hal ini penting? Karena hidup tidak hanya soal kerja, kerja dan kerja.
Banyak aspek lain dalam hidup yang penting. Misalkan kesehatan pribadi, hubungan dengan orang yang dicintai, dll. Jika kamu bisa efisien bekerja, maka kamu jadi punya waktu untuk mengerjakan hal lain di luar pekerjaan. Ingat, sesibuk apapun kamu dalam bekerja, jangan lupakan prioritas utama yaitu dirimu sendiri dan juga orang yang dicintai. Buat apa kamu kerja mati-matian tapi kamu tidak punya waktu?
Di era sekarang banyak perusahaan sudah mulai terbuka. Mereka tidak lagi memaksa karyawan untuk bekerja di kantor. Sekarang WFO atau WFA menjadi salah satu point plus bagi karyawan ketika mempertimbangkan sebuah tawaran pekerjaan.
Jadi apa kesimpulannya?
Pertama, buat kategori sebuah tugas yang ingin kamu kerjakan. Robert menyarankan untuk membaginya menjadi 3. Yaitu Aim, Objective dan Target.
Kedua, stop menunda pekerjaan dengan mini deadline.
Ketiga, ukur kinerja karyawan berdasarkan kualitas.