Dengan tidak memaafkan, kita menganggap itu adalah hukuman atas perbuatannya. Hanya kita yang paham sedalam apa sakit hati akibat perbuatannya. Ada pertentangan batin antara nilai-nilai yang mengajarkan, Allah saja maha pengampun masak manusia tidak mau memaafkan. Logika bisa menerima sementara batin kita belum bisa menerima atas perlakuannya.
Kita sedang bergulat dengan ambivalensi, antara menerima kenyataan sebagai sesuatu yang harus terjadi atas ijin Sang Kuasa atau sebagai dampak dari perlakuannya.
Namun sesungguhnya manusia dianugerahi hati nurani dan otak kebijaksanaan untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi diri sendiri.
Peran ini dilakukan oleh Prefrontal cortex.
Prefrontal cortex (PFC) adalah pusat kebijaksanaan dan hati nurani. Ia lah pemimpin sesungguhnya.
Ada 9 fungsi PFC:
Empati, tilikan diri, fleksibilitas respon, regulasi emosi, regulasi tubuh, nilai-nilai moral, intuisi, keselarasan komunikasi, modulasi rasa takut.
Memaafkan atau tidak tergantung bagaimana mengoptimalkan fungsi prefrontal cortex sebagai decision maker (pengambil keputusan). Manfaat dan kerugiannya kitalah yang merasakannya.
Mari kita renungkan….
Kita adalah manusia biasa yang punya perasaan. Sakit hati, marah, kecewa adalah sesuatu yang manusiawi. Tidak ada yang “salah” dengan perasaan kita karena itu adalah valid. Semua kembali pada kita mau memaafkan atau tidak, untung ruginya terutama untuk diri sendiri.