Berita ini heboh banget ya dan banyak diomongin dimana-mana. Berita ini tentang skandal keuangan yang dialami satu perusahaan BUMN yaitu jiwasraya. Buat kamu yang belum tau, di bulan Juni 2020 ada sidang perdana terkait kasus dugaan korupsi dan pencucian uang PT asuransi jiwa sraya yang ngelibatin manajemen jiwasraya dan beberapa direktur utama perusahaan. Di sisi lain ada ribuan nasabah jiwasraya yang lagi nunggu kepastian klaim asuransi mereka. Kasus ini diperkirakan merugikan negara sebesar 16,8 Triliun rupiah. Sebetulnya ada apa sih? Jiwasraya itukan perusahaan BUMN yang bergerak di bidang asuransi ko bisa-bisanya BUMN sampai gagal bayar polis asuransi. Bukannya kalau BUMN itu harusnya aman? Masa ia perusahaan milik negara sampe gagal bayar ke nasabah?

Percaya atau tidak kenyataannya memang itulah yang terjadi. Sejak akhir tahun 2018 jiwasraya itu ga sanggup buat bayar klaim asuransi yang udah jatuh tempo ke para nasabahnya. Saat itu nilainya mencapai 802 miliar rupiah. Nah disini akan dikupas secara detil gimana sih kasus jiwasraya sampai akhirnya bisa gagal bayar ke nasabah. Semoga dengan memahami kasus ini kita bisa jadi lebih cermat dalam memilih produk asuransi.

Pertama, bagaimana sih latar belakang perusahaan jiwasraya sebelum skandal ini tuh terkuak ke publik? Asuransi jiwasraya adalah perusahaan milik negara yang udah lama berdiri dan udah dikenal masyarakat selama puluhan tahun. Makanya ga heran kalau banyak masyarakat yang mempercayakan asuransinya ke jiwasraya. Ternyata, jauh sebelum skandal ini terkuak ke publik, kondisi keuangan jiwasraya itu pernah bermasalah. Tepatnya belasan tahun yang lalu. Di tahun 2006 modal/ekuitas jiwasraya itu negatif 3,29 triliun. Artinya di tahun tersebut jiwasraya itu punya beban atau kewajiban sebesar 3,29 triliun yang ga sanggup dipenuhi bahkan seluruh aset perusahaannya di likuidasi. Di tahun 2008, defisit ekuitas jiwasraya itu makin besar sampai -5,7 triliun dan di tahun 2009 -6,3 triliun. Disini kita bisa melihat bahwa kondisi keuangan jiwasraya yang kurang baik itu bukan cuma sekarang doang. Tapi pernah terjadi juga belasan tahun yang lalu.

Di tahun 2013, jiwasraya itu ngeluncurin program asuransi jiwa dan investasi bernama js saving plan. Nah produk ini yang nantinya jadi sumber skandal keuangan jiwasraya yang terjadi saat ini. Singkat cerita produk investasi tersebut tuh nawarin return investasi dan nilai polis asuransi yang sangat menggiurkan. Karena tawaran yang menggiurkan tersebut, produk js ini tuh berhasil menarik ribuan nasabah dan menghimpun dana sampai triliunan rupiah. Produk ini tuh jadi salah satu produk unggulan dari jiwasraya. Tapi tiba-tiba di akhir tahun 2018, jiwasraya itu ngumumin kalau mereka ga sanggup bayar kewajiban polis produk js saving plan yang jatuh tempo. Nilainya itu mencapai 802 miliar rupiah. Tentu saja ini sangat mengagetkan banyak pihak. Terutama para nasabah yang punya produk js saving plan tersebut. Jiwasraya yang dikenal sebagai perusahaan BUMN besar tuh malah gagal buat menuhin kewajibannya kepada nasabah.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata aset jiwasraya saat itu tuh cuma sebesar 23,26 triliun. Sementara total kewajibannya itu sebesar 50,6 triliun. Akhirnya ekuitas jiwasraya itu negatif sebesar 27, 24 triliun. Kewajiban jiwasraya terhadap nasabah jasa di plan itu sendiri adalah sebesar 15,75 triliun. Sejarah terulang, ekuitas jiwasraya negatif lagi. Hal ini tuh jadi berita yang heboh banget di media selama satu stengah tahun terakhir.

Mungkin kamu bertanya-tanya masalahnya tuh ada dimana sih? Kenapa jiwasraya bisa gagal bayar polis asuransi dan kenapa ekuitasnya itu bisa sampe negatif lagi. Akar masalahnya ada di pengelolaan aset investasi jiwasraya khususnya yang berkaitan dengan produk js saving plan. Jadi js saving plan itu adalah produk asuransi jiwa dan investasi yang artinya para nasabah itu bakalan dapetin proteksi asuransi jiwa sekaligus keuntungan investasi. Jiwasraya itu kerjasama dengan banyak bank buat nawarin produk ini. Jadi pihak bank yang bekerja sama itu secara aktif nawarin produk jasa saving plan ke nasabah-nasabah mereka. Produk ini sendiri itu ngewajibin nasabah buat bayar premi sebesar 100 juta – 5 miliar rupiah di muka. Jadi bentuk pembayarannya itu kontan dalam jumlah besar. Bukan iuran tiap bulan. Produk ini juga ngasih kepastian keuntungan investasi sebesar 9 – 13 persen pertahun. Para nasabah juga dijanjiin jaminan investasi yang pasti aman dan tanpa resiko. Karena seluruh resikonya itu akan dijamin dan ditanggung oleh PT. asuransi jiwasraya.

Imbal hasil sebesar 9-13 persen untuk kategori investasi fix income itu tergolong sangat besar. Sebagai pembanding, biasanya keuntungan deposito atau obligasi itu ada di range 5-7 persen per tahun. Ga heran banget kalau produk ini menarik minat para nasabah yang akhirnya berbondong-bondong membeli produk js saving plan ini. Nah setelah pihak jiwasraya ini mendapat kucuran dana segar dalam jumlah yang sangat besar, mereka itu nyari cara untuk bisa menuhin kewajiban dan janjinya kepada nasabah. Yang pasti mereka itu harus bisa memutar uang tersebut di sektor-sektor produktif. Supaya hasil perputaran uangnya itu bisa melampaui kewajiban jiwasraya kepada nasabah. Misalkan dibelikan obligasi negara dengan rating yang baik. Dibelikan reksadana indek saham yang berisi saham-saham dengan pertumbuhan yang tinggi dan stabil. Atau dibelikan saham-saham bluechip yang fondasi bisnisnya itu kokoh dan terbukti memberikan pertumbuhan harga saham yang konsisten.

Kenyataannya justru sebaliknya nih, dana kelolaan para nasabah js saving plan ini malah dialokasikan ke saham-saham perusahaan yang punya fluktuasi harga saham dan resiko investasi yang sangat tinggi. Kenapa sih jiwasraya malah alokasiin uang nya ke saham-saham yang punya fluktuasi harga yang sangat tinggi? Apa sih untungnya buat mereka? Nah sebetulnya kalau para trader saham mungkin udah bisa nebak nih bahwa ada indikasi hal itu tuh dilakuin supaya pihak-pihak tertentu yang udah punya saham-saham tertentu tuh bisa ngejual sahamnya di harga yang tinggi. Sekarang kamu bayangin aja deh. Misalkan kamu adalah pihak yang punya saham-saham tersebut dalam jumlah banyak. Pastinya kamu pengen bisa ngejual saham tersebut di harga yang tinggi dong? Masalahnya siapa yang mau beli saham perusahaan dengan market cap kecil dan belum punya banyak rekam jejak positif kaya gitu? Nah pihak manajemen jiwasraya ini tuh disinyalir pake dana kelolaan dari produk saving plan untuk membeli saham-saham tersebut di harga yang tinggi.

Mekanisme nya itu kurang lebih kaya gini : sebelum terjadi transaksi saham, harga saham-saham tersebut itu dimanipulasi dulu oleh beberapa pihak yang punya modal besar. Supaya harga sahamnya itu naik dan diminati oleh investor. Ketika harganya itu udah cukup tinggi, jiwasraya itu beli saham-saham tersebut dengan harga yang tinggi. Dari para pihak yang berkepentingan untuk menjual saham tersebut. Akhirnya nih ada banyak banget dana kelolaan yang nyangkut di saham-saham berisiko tinggi. Selain itu jiwasraya juga ngalokasiin investasi ke produk reksadana yang kurang baik. Bukannya milih manajer investasi dengan reputasi yang baik, dan produk reksadana dengan portofolio investasi yang baik, jiwasraya itu malah beli produk reksadana yang isi portofolio investasinya itu adalah saham-saham yang berisiko sangat tinggi.

Beberapa contoh saham-saham yang dibeli oleh jiwasraya baik secara langsung maupun tidak langsung yakni :
LCGP
PCAR
POLA
TRAM
JGLE
MYRX

Dengan melihat beberapa contoh grafik harga saham tersebut, kita bisa sama-sama lihat bahwa itu bukanlah tempat berinvestasi yang aman. Sebaliknya, itu adalah tempat berinvestasi dengan resiko yang sangat tinggi. Coba kamu bayangkan deh sepanjang tahun 2018, jiwasraya itu investasiin dana sebesar 5,7 triliun ke saham. Dari jumlah itu cuma 5% dana yang dialokasikan ke saham-saham dengan fondasi bisnis yang baik. Yang terdaftar pada LQ45. Sisa 95% nya justru dialokasikan ke saham-saham dengan market cap kecil yang berisiko tinggi. Yang sering disebut dengan istilah saham gorengan. Tapi saham-saham dengan market cap kecil ini tuh pergerakan harga sahamnya sering dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu dengan modal besar. Untuk reksadana sendiri dari total investasi reksadana sebesar 14,9 triliun cuma 2% aja yang dialokasiin ke manajer investasi terbaik di indonesia. Nah pengelolaan investasi yang ga baik ini akhirnya membuat jiwasraya ga mampu membayar polis nasabahnya.

Ada 6 orang terdakwa yang sedang menjalani persidangan saat juni 2020. Mereka adalah pihak manajemen dari jiwasraya dan beberapa direktur utama dari beberapa perusahaan terkait, di sisi lain, ada ribuan nasabah yang masih harus menanti nasib sebagian dana mereka yang jumlahnya itu triliunan rupiah. Dari skandal jiwasraya ini, kita itu sebagai masyarakat bisa mengambil pembelajaran berharga. Khususnya bagaimana kita mengalokasikan dana investasi kita. Apalagi kalau ada investasi yang nawarin jaminan keuntungan yang tinggi dan di iming-imingi tanpa resiko sama sekali. Jiwasraya aja bisa sampe gagal mengelola keuangannya. Berarti kita tuuh harus selalu cermat dalam mempercayakan uang kita kepada lembaga atau institusi manapun yang menawarkan produk investasi.

Selalu cermati kualitas manajemennya dan rekam jejak perusahaannya. Pastikan institusi tersebut tuh dikelola oleh manajer-manajer yang profesional. Pastikan juga apakah perusahaannya juga punya rekam jejak keuangan yang sehat atau engga. Dan apakah institusi tersebut tuh pernah terlibat praktik non etis dalam sejarah institusinya. Informasi-informasi tersebut tuh bisa kamu dapetin nih asalkan kamu mengeluarkan usaha ekstra buat ngulik di internet.

Oke deh jangan lupa untuk share ya.

Image Designed by rawpixel.com / Freepik

Leave a Reply

Your email address will not be published.