Dunia telah berubah dengan sangat cepat. Di setiap era, kebiasaan orang selalu berubah. Perusahaan revolusioner berdiri, dan banyak perusahaan lama tumbang. Juga akan ada banyak orang akan terhempas dari perubahan ekonomi ini. Apakah kita salah satunya? Sekarang kita akan belajar tentang “new economy”, istilah yang sering dibahas dan disinggung akhir-akhir ini. Kita saat ini ga lagi ada pada masa transisi atau perubahan, tapi kita sudah memasuki era “new economy”, dan pandemi covid-19 mempercepat segalanya. Kalau kita ga siap, bisnis kita ga siap, kita pasti tumbang. Karena kita udah ga bisa lagi pakai cara lama. Cara lama, strategi dan metode lama, di “old economy” akan menjadi ga relate dengan “new economy”.
Jadi apa “new economy” itu? New economy adalah istilah untuk industri baru dengan pertumbuhan yang tinggi di bidang teknologi. Perusahaan new economy ini akan dipercaya menjadi tombak untuk perubahan ekonomi dunia. New economy sendiri diperkenalkan pertama kali menjelang tahun 2000 an. Dimana pada era itu, masyarakat punya akses pada internet dan komputer. New economy dipandang sebagai perubahan dari old economy yang berbasis manufaktur pada ekonomi yang berbasis teknologi. Semuanya harus mampu beradaptasi pada era “new economy” ini. Kalau kita ga bisa, kita pasti digilas oleh perubahan. Contoh nyatanya begini:
Dulu, di old economy, pabrik menggunakan tenaga kerja manusia. Pada ekonomi baru, pabrik akan menggunakan tenaga kerja robot, yang terotomatisasi, efisien, minim eror dan juga lebih murah. Amazon sudah mulai menggunakannya. Changi juga sudah mulai menggunakannya. Bahkan sejak sebelum adanya pandemi. Ini adalah kabar buruk buat para buruh, atau tenaga kerja kasar. Di new economy, toko ga perlu lagi ada pada sebuah bangunan fisik. Toko akan berdiri pada sebuah platform toko virtual. Lebih murah, karena ga perlu menyewa, efisien, minim pegawai, dan bisa menargetkan customer, dengan algoritma dengan biaya yang jauh lebih murah. Dibandingkan dengan pemasaran cara lama. Ini adalah kabar buruk untuk para pramuniaga dan karyawan toko. Dan pandemi mempercepat semuanya.
di new economy ini, perusahaan ga perlu lagi memiliki kantor fisik di setiap kota ataupun negara. Mereka bisa beroperasional dimanapun melalui aplikasi. Tentunya dengan kontrol melalui headquarter. Misalnya bank digital yang bisa beroperasional di seluruh Indonesia tanpa gedung fisik di setiap kota. Atau perusahaan sekuritas, saham dan fintech lain yang bisa beroperasional dimanapun asal ada koneksi internet. Kabar yang buruk untuk pemilik properti, karena penyewa akan semakin sedikit. Kabar buruk juga untuk para calon karyawan yang minim skill. Karena lapangan pekerjaan di marketplace semakin sedikit dan kompetitif.
Di new economy, mobilitas orang menjadi lebih sedikit. Karena banyak yang bekerja, belanja, dan belajar melalui rumah. Atau bahkan pekerjaannya di outsource ke negara lain yang lebih murah. New economy ini bukan berarti hanya perusahaan teknologi saja. Tapi juga perusahaan apapun yang memanfaatkan kecanggihan teknologi. Misalkan industri manufaktur mobil, memanfaatkan teknologi baru dalam bahan bakar, proses assembly atau gimick-gimick lainnya. Seperti mobil pintar contohnya. Industri asuransi, perbankan dan jasa keuangan bisa memanfaatkan aplikasi. Industri properti juga bisa memanfaatkan aplikasi iklan berbasis algoritma, dll.
Jadi apa bedanya ekonomi lama dengan ekonomi baru? Yu kita bandingkan. New economy atau ekonomi baru digerakan oleh industri berbasis teknologi. Sementara old economy atau ekonomi lama adalah ekonomi yang digerakan oleh industri yang berbasis manufaktur dan padat karya. Kita boleh menyebut old economy ini dengan era industri. Salah satu negara dengan old economy tersukses adalah Cina. Negara Cina tumbuh pesat dalam beberapa dekade karena menerapkan industri manufaktur berbiaya rendah. Tapi bahkan Cina sendiri aja udah mulai menggeser industrinya menjadi industri new economy. Atau bahkan boleh dibilang hybrid economy. Yaitu perpaduan antara old economy dan new economy. Baik mulai dari bahan baku, manufaktur, desain dan teknologi, semuanya dibuat di Cina, di satu negara tanpa di outsource ke negara lain. Kini pasar saham Cina banyak digerakan oleh industri new economy seperti Baidu, Alibaba dan Tencent.
Cina sendiri berbeda dengan Amerika yang fokus pada new economy. Perusahaan Amerika fokus pada desain, lisensi, ekonomi, tapi untuk produksi barangnya sendiri masih di outsource di negara lain. Misalnya seperti di India, Bangladesh, Cina dan Vietnam. Kabar buruknya, industri kita kalah telak. Baik old maupun new economy kita masih belum menguasai. Akhirnya kita menjadi negara konsumen dengan penduduk terbesar di dunia. Padahal kita punya semuanya. Bahan baku ada, SDM ada, konsumen ada, tapi kita malah gabisa menjadikan semuanya menjadi satu rantai. pada old economy, jumlah buruh menjadi acuan besar kecilnya perusahaan. Pada new economy, jumlah buruh bahkan bisa dikurangi dengan signifikan. Bahkan hingga 90%. User Aquisition menjadi acuan besar kecilnya perusahaan. Di old economy, jumlah revenue menjadi acuan fundamental perusahaan. Di new economy potensi revenue di masa depan menjadi acuan valuasi perusahaan.
Di old economy jumlah cabang menjadi acuan size perusahaan. Di new economy jumlah pengguna aplikasi menjadi acuan sukses atau tidaknya sebuah perusahaan. Di old economy, perusahaan digerakan oleh banyak orang dengan sistem hirarki dan birograsi perusahaan yang sangat amat rumit. Di new economy, perusahaan digerakan oleh tim kecil yang berisi orang-orang yang expert di bidang masing-masing. Tentunya dengan tetap memanfaatkan teknologi. Era new economy akan membunuh produk, bisnis, jasa, dan para wirausaha yang masih berpikir menggunakan kacamata old economy. Kemudian gimana dong solusinya?
Solusinya, sebagai pemilik bisnis, kita harus mau berubah. Berubah memanfaatkan teknologi. Dulu, teknologi itu adalah sebuah leverage dalam satu bisnis. Misal bisnis kita punya aplikasi, punya website, punya leverage. Sekarang sudah menjadi sebuah komoditi atau menjadi sebuah keharusan kalau ingin sekedar survive. Sebagai personal, kalau kita karyawan, kita harus menyadari bahwa posisi kita ada dalam posisi yang sangat amat gawat. Di new economy, perusahaan miliaran dolar sekalipun, ga perlu karyawan dalam jumlah banyak. Bahkan bank digital aja, ada yang punya karyawan di bawah 100 orang. Solusinya, kita harus mulai melek teknologi. Karena di era new economy ini pekerjaan yang bisa kita dapat bukannya lebih sedikit, tapi malah jauh lebih banyak. Karena kita bisa bekerjasama dengan banyak orang di berbagai belahan dunia.
Kesempatan cuma sejauh jempol kita sebenarnya untuk sekarang ya. Contoh kita bisa mencari pekerjaan di internet. Yang penting ubah mindset kita. Kita ga bisa paksakan old mindset di new economy. Kita ga bisa ngotot melawan perubahan. Sollusinya hanya 1 yaitu berubah dan beradptasi secepat mungkin. Perusahaan atau bahkan kita sendiri yang ngotot ga ikut arus dalam new economy, akan musnah dalam 5 tahun ke depan.
Image Designed by rawpixel.com / Freepik