Pada kesempatan kali ini, aku mau bahas tentang cara milih saham berdasarkan kinerjanya. Ini bakalan cocok banget buat kamu yang baru aja terjun di dunia saham. Juga buat kamu yang masih bingung nih dan belum ngerti gimana sih caranya milih saham yang bagus? Langsung aja kita mulai ya.

Secara umum, ada 2 jenis pendekatan data nih yang bisa kita pakai buat nentuin perusahaan tertentu tuh kinerjanya bagus atau nggak. Yang pertama adalah historical data dan yang kedua adalah forecast data. Singkatnya nih, historical data itu adalah data yang didapetin dari kondisi yang udah kejadian di masa lalu, misalnya laporan keuangan perusahaan, pencapaian perusahaan, kemampuan bayar utang perusahaan, gimana kualitas manajemen nya dll. Dengan melihat historical data, kita bisa ngelirik perusahaan yang udah sekian tahun lamanya konsisten berada di kondisi yang bagus. Dan kita berharap, kalau ke depannya perusahaan tersebut tuh bakal mencapai pencapaian yang sama atau bahkan lebih baik lagi.

Sementara forecast data itu adalah data yang bisa dibilang sebagai prediksi terhadap kondisi perusahaan di masa yang akan datang berdasarkan informasi yang ada saat ini. Contohnya, terkait dengan kebijakan moneter untuk menaikkan atau menurunkan suku bunga acuan. Kenaikan atau penurunan suku bunga acuan itu kan bakal mempengaruhi beberapa industri terkait, khususnya untuk industri yang banyak ngelibatin bunga kredit. Nah dari situ kita bisa memprediksi industri bisnis dan perusahaan apa aja sih yang kena dampaknya? Dan seberapa besar dampaknya terhadap kondisi perusahaan tersebut di masa depan?

Singkatnya nih, kalo kita ngelihat historical data kita tuh nyari perusahaan yang secara historis itu terbukti memiliki kinerja yang baik. Tapi, ketika kita ngeliat forecast data, adakalanya kinerja perusahaan tertentu itu biasa aja atau kurang baik di masa lalu tapi punya prospek yang baik di masa datang. Sebelum kita lebih lanjut tentang cara milih saham perusahaan yang kinerjanya baik , aku mau kasih tau dulu nih, bahwa ada banyak banget data dan cara yang bisa kita pakai buat nyari tau suatu perusahaan itu berkinerja baik atau nggak. Mulai dari ngulik laporan keuangan, berita, hasil riset sekuritas, company visit dll. Disini aku akan coba jelasin cara milih saham perusahaan yang kinerjanya baik dengan cara yang paling sederhana dulu.
Supaya kamu yang baru aja terjun ke dunia saham bisa ngerti terkait hal ini.

Buat para pemula mungkin kamu bingung untuk milih mana sih saham perusahaan yang kinerjanya baik? Karena mungkin kamu punya banyak keterbatasan. Misalnya belum ngerti cara baca laporan keuangan, ga punya akses atau kesempatan buat company visit dll. Inget, start small dulu aja , mulai dari hal-hal yang bisa kamu jangkau dan bisa kamu pelajarin. Nah buat para pemula, kamu bisa mulai belajar dari data yang tersedia di platform-platform sekuritas maupun di platform-platform saham kaya di RTI Business dan Stockbit. Untuk tau saham tertentu itu bagus atau gak, ada 3 indikator yang bisa kita pakai, yaitu net profit margin, return on equity, dan debt to equity ratio. Duh apaan sih itu? Kita coba bahas satu persatu ya. Oh ia, ketiga indikator ini tuh bisa dibilang sebagai pendekatan dengan menggunakan historical data.

Indikator yang pertama adalah net profit margin. Atau biasa disingkat sebagai NPM. Sebelum kita bahas net profit margin, aku mau jelasin sepintas dulu tentang pendapatan perusahaan. Singkatnya nih, pendapatan perusahaan itu adalah sejumlah uang yang didapetin oleh perusahaan setelah melakukan kegiatan usahanya. Apa semakin besar pendapatan perusahaan itu artinya perusahaan semakin bagus? Jawabannya belum tentu. Karena meskipun pendapatan perusahaan itu besar, belum tentu juga perusahaan tersebut bisa dapetin keuntungan yang besar juga. Atau bahkan, bisa juga pendapatannya besar tapi malah rugi karena pengeluarannya lebih besar. Makanya, untuk ngelihat perusahaan itu bagus atau gak, kita perlu ngebandingin pendapatan perusahaan tersebut misalnya dengan laba bersih atau bisa juga dengan ekuitas perusahaan.

Sekarang kita balik lagi ke NPM, NPM itu adalah indikator yang ngebandingin pendapatan perusahaan dengan kemampuan perusahaan tersebut dalam mendapatkan keuntungan. NPM ini sendiri tuh bisa didapat dengan menghitung laba bersih atau net profit perusahaan dibagi pendapatan perusahaan lalu dikali 100%. Misalnya, perusahaan A itu pendapatannya 100 miliar dan laba bersihnya itu 10 miliar. Berarti, NPM nya itu 10%. Nah dari perhitungan tersebut, kita bisa tau bahwa perusahaan A itu dapetin keuntungan sebesar 10% dari setiap uang yang dihasilin. Emang sih ya, kelihatan simpel banget ngeliat angka NPM perusahaan. Tapi jangan salah, kalau dilihat lebih jauh lagi, NPM ini sendiri bisa ngasih kita gambaran tentang seefisien apa sih perusahaan? Gimana sih keputusan-keputusan bisnis yang diambil perusahaan bisa mendatangkan uang? Apakah perusahaan tersebut mampu mengendalikan pengeluarannya dengan baik?

Bisa dibilang nih, semakin besar angka NPM itu, maka semakin efisien perusahaan dalam mendatangkan uang dan menekan pengeluaran. Oh iya, angka NPM ini sendiri bisa dengan mudah kamu lihat di berbagai platform sekuritas ataupun platform saham kaya RTI Business dan Stockbit. Misalnya nih, saat ini NPM BCA itu 33,4 persen. NPM Astra International itu 8,98 persen. NPM Unilever itu 17,22 persen, dll.

Sekarang kita lanjut ke indikator yang kedua yaitu return on equity atau biasa disinkat ROE. Apa sih ROE itu? Singkatnya nih, ROE itu adalah indikator yang ngebandingin laba bersih perusahaan dengan nilai bersih kekayaan perusahaan tersebut. Oh iya, nilai kekayaan bersih atau biasa disebut juga dengan ekuitas itu bisa didapat dengan ngitung total aset sebuah perusahaan dikurangi dengan total kewajiban atau liabilitas perusahaan tersebut. Sekarang kita balik lagi ke ROE, ROE ini sendiri tuh bisa didapat dengan cara menghitung laba bersih perusahaan dibagi dengan ekuitas perusaan terus dikali 100 persen. Misalnya nih, perusahaan A yang tadi kan labanya 10 miliar. Terus katakanlah, ekuitas perusahaan tersebut 100 miliar. Jadi ROE perusahaan tersebut tuh 10 persen. Artinya perusahaan tersebut itu bisa dapetin keuntungan sebesar 10 persen. Kalau dibandingkan sama ekuitas atau modal bersih atau nilai kekayaan bersih perusahaan tersebut.

Nah kalau ROE sebuah perusahaan itu 10%, bisa dibilang nih, perusahaan tersebut tuh bisa mengolah setiap 1 rupiah dari modal bersihnya, jadi 1,1 rupiah. Nah dengan demikian kita juga bisa nilai nih, sejauh mana perusahaan dapat mengelola resourcesnya dengan optimal. Semakin besar ROE sebuah perusahaan, ya bisa dibilang semakin efektif pengelolaan resources dari perusahaan tersebut. Sekarang kita akan bahas, berapa sih angka ROE yang bagus? Menurut pribadiku nih, ga ada batasan universal yang bisa dijadikan patokan. Tapi salah satu cara untuk ngeliat kinerja perusahaan bagus atau tidak itu ya bisa dengan membandingkan ROE sebuah perusahaan dengan perusahaan-perusahaan lain pada industri yang sama. Selain itu, ada juga cara lain yang bisa dipakai buat nentuin ROE sebuah perusahaan bagus atau enggak. Yaitu dengan ngebandingin ROE perusahaan tersebut dengan imbal hasil investasi pada instrumen yang lain. Misalnya nih, dibandingin dengan suku bunga acuan ataupun imbal hasil obligasi 10 tahun di Indonesia. Contohnya nih ya, di awal tahun 2020 ini tuh suku bunga acuan di angka 5 persen. Kalau ROE sebuah perusahaan itu di bawah 5 persen, ya mikir gampangnya nih ya, daripada kita investasi saham di perusahaan tersebut, ya mending sekalian aja kita simpen uang kita di deposito. Karena memang secara return itu lebih baik. Begitu pula dengan imbal hasil obligasi. Kalo ROE sebuah perusahaan itu lebih rendah daripada imbal hasil obligasi, ya mending sekalian aja kita investasiin uang kita di obligasi. Tapi balik lagi ya, kamu bebas nentuin nih untuk ngebandingin ROE ini dengan suku bunga acuan, imbal hasil obligasi atau yang lainnya. Kamu juga berhak nih buat nentuin mau berinvestasi di mana. Yang pasti pilihlah instrumend investasi yang terbaik yang sesuai dengan risk profile kamu.

Sekarang kita lanjut ke indikator yang terakhir yaitu debt to equity ratio atau biasa disinkat DER. Singkatnya, DER itu adalah sebuah indikator yang ngebandingin nilai utang perusahaan dengan nilai kekayaan bersih perusahaan tersebut. Di penjelasan poin sebelumnya, aku udah jelasin sedikit tentang nilai kekayaan bersih perusahaan. Kalau kamu belum ngerti, kamu bisa baca lagi di atas ya, sekarang kita balik lagi ke DER. Definisi dari DER sendiri adalah jumlah utang perusahaan dibagi dengan nilai kekayaan bersih atau ekuitas perusahaan tersebut lalu dikali 100%. Misalnya nih, perusahaan A yang tadi itu punya hutang, katakanlah 150 miliar. Sementara ekuitas perusahaan itu 100 miliar, jadi DER nya itu 150%. Artinya nih, nilai utang perusahaan tersebut tuh 150% kalau dibandingin sama ekuitas / nilai kekayaan bersih perusahaan tersebut. Jadi dengan ngeliat DER sebuah perusahaan, kita tuh bisa nilai bahwa semakin besar DER suatu perusahaan, maka semakin besar juga rasio utang perusahaan tersebut kalau dibandingin dengan ekuitas atau modal bersih perusahaan tersebut.

Sekarang mungkin kamu penasaran, berapa sih DER yang wajar itu? Menurutku, angka DER itu sendiri tuh kurang tepat untuk digeneralisir seperti itu. Soalnya, setiap sektor di industri bisnis itu bisa dibilang punya kebutuhan utang yang beda-beda. Menurutku, cara terbaik untuk nilai DER ini sendiri adalah dengan membandingkan DER sebuah perusahaan dengan DER perusahaan lain di industri yang sama. Misalnya nih, kamu mau bandingin rasio utang dari PT. pakuwon jati yang merupakan perusahaan properti. Nah kamu bisa nih, bandingin rasio utangnya dengan perusahaan properti yang lain. Misalnya, PT. alam sutera realty, atau PT. ciputra development, PT. sumarecon agung, dll. Di sisi lain aku mau negasin, bahwa rasio utang yang besar itu belum tentu buruk ya. Hal itu tuh bisa menjadi baik atau wajar, kalau pengelolaan utangnya baik. Digunakan untuk hal produktif, dan perusahaan tersebut tuh punya kemampuan bayar utang yang baik juga.

Semoga bermanfaat ya.

Background photo created by freepik – www.freepik.com

Leave a Reply

Your email address will not be published.